Menghiraukan Interupsi Dalam Rapat, Apakah Boleh?



Jakarta, Senin 8 November 2021 adalah hari dimana rapat paripurna ke-9 masa persidangan kedua DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat) yang berisi agenda pemberhentian secara hormat Panglima TNI Hadi Tjahjanto sekaligus penutupan putusan hasil uji kelayakan Jendral Andika Perkasa sebagai panglima TNI baru. Didalam Rapat ini, Puan Maharani selaku ketua DPR dan pimpinan rapat menghiraukan interupsi dari Fahmi Alaydroes dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dimana juga saat itu Puan Maharani sudah mengucapkan salam penutup sekaligus akan mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya rapat paripurna ini. Lalu, bagaimanakah pandangan dari sisi aturan yang telah ditetapkan dalam rapat atau sidang ini.

Dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yaitu pada pasal 256 ayat 3 berbunyi bahwa “Setiap Rapat Paripurna DPR sebagaimana dimaksud ayat 1 diawali dengan sesi penyampaian aspirasi daerah pemilihan dari setiap Anggota.” Hal inilah yang menyebabkan kenapa Puan Maharani berani menghiraukan interupsi dari anggotanya, dikarenakan sudah memasuki sesi penutupan dan putusan dan bukan dalam sesi penyampaian aspirasi lagi. Hal ini juga yang membolehkan secara tidak langsung Puan Maharani selaku pimpinan rapat menghiraukan interupsi yang ada.

Peraturan dalam menyampaikan aspirasi pun juga telah diatur dalam pasal yang sama ayat 6 dan tetap bersangkutpaut bahwa “Dalam rapat paripurna, setiap anggota diberi waktu untuk bicara dan mengajukan pertanyaan paling lama 5 (lima) menit dan bagi juru bicara diberi waktu 7 (tujuh) menit dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebijakan ketua rapat.” Oleh karena 2 peraturan ini yang penyampaiannya belum maksimal kepada masyarakat, saya harap artikel ini bisa membuka wawasan kita semua agar kita tidak jatuh dalam kesalahan yang sama dan langsung menjustifikasi sesuatu hal tanpa melihat keseluruhan kejadian yang ada. 

Komentar