Demonstrasi Myanmar dan Hak-Hak Demonstran di Indonesia

 

Berawal dari pembelotan atau pemberontakan Militer Myanmar terhadap Presiden terpilih Myanmar yaitu Win Myint dan pemimpin yang digadang-gadang sebagai pemimpin de  facto Myanmar Aung San Suu Kyi yang memiliki rekam jejak kurang begitu baik sebelum menjadi kabinet pemerintahan, membuat Militer Myanmar terpaksa melakukan kudeta terhadap pemerintahan negaranya. Hal inilah yang menyebabkan demonstrasi besar-besaran terjadi karena Masyarakat Myanmar tidak begitu paham akibat permainan politik pemerintahannya dan apa yang menjadi alasan kudeta Militer terjadi.

Puncak dari demonstrasi ini terjadi pada tanggal 28 Februari 2020 dan menjadi puncak paling panas dan berdarah dari aksi-aksi demo sebelumnya. Dimana 18 demonstran tewas dalam demo hari itu dimana salah satunya ialah Ma Kyal Sin yang tewas terkena tembakan peluru tajam dari aparat pemerintah. Terlepas dari apa, kenapa, dan bagaimana permasalahan ini muncul... Bagaimana sudut pandang hukum Indonesia tentang demonstrasi dan hak-hak yang dimiliki para demonstran di Indonesia?

Dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 pada pasal 5 menyatakan bahwa,

“Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:

a. mengeluarkan pikiran secara bebas;

b. memperoleh perlindungan hukum.”

Namun mengeluarkan pikiran secara bebas tidak semena-mena bisa kita lakukan dengan segala cara, pada pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998 ini lebih dijelaskan lagi dengan bunyi,

“Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a.         menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;

b.         menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

c.         menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d.         menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

e.         menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dari kedua pasal ini, Indonesia menjunjung tinggi asas demokrasi dimana suara rakyat diutamakan dan dijamin. Tapi, bagaimana bila aparat hukum yang berjaga malah melukai atau menimbulkan korban jiwa?

Dalam UU No.9 Tahun 1998 Pasal 13 ayat (3) “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku

Ditambah lagi dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas), disana kita dapat membaca dan memahami bahwa protap menegaskan kepada semua satuan untuk tidak bertindak arogan dan terpancing emosi massa. Bagaimanapun juga aparatur harus dituntut untuk menjaga dan memilih jalan untuk menenangkan dan menjembatani suara rakyat, bukan malah menimbulkan korban luka atapun jiwa. 

Dan bila aparatur keamanan terdapat melakukan tindakan kekerasan terhadap demonstran, aparatur yang melakukan tindakan tersebut dapat dilaporkan kepada Komnas HAM dan Kompolnas untuk ditindaklajuti dan diberi sanksi atau hukuman sesuai Peraturan Kepolisian dan UU Pidana  yang ada.

Dari kasus Ma Kyal Sin dan 17 orang lainnya yang menjadi ke brutalan aparat keamanan di Myanmar ini, sudah seharusnya menjadi sejarah dan pembelajaran yang tidak bisa kita acuhkan terlebih lagi untuk seluruh masyarakat dan pemerintahan Myanmar itu sendiri. Jaminan hukum, keadilan dan keamanan harus diterapkan oleh negara manapun, dan di Indonesia jaminan itu telah kita rasakan hingga sekarang dalam bentuk UU yang telah kita bahas bersama diatas.


Komentar

Posting Komentar