Seorang Pemimpin dan "Gayanya"

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan pembahasan yang selalu menarik untuk dikritisi. Sebab pemimpin dan gaya kepemimpinannya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu kelompok atau sebuah organisasi. Seorang pemimpin adalah wajah dari organisasi yang dipimpinnya, oleh karena itu ia harus memiliki citra yang baik sekaligus keahlian serta keterampilan untuk membina, membimbing, dan mengarahkan organisasinya. 

Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000), Leaders are agents of change, persons whose act affect other people more than other people’s acts affect them.” Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi serta memotivasi orang lain agar mereka memiliki keinginan untuk berjuang bersama meraih tujuan.

Sedangkan menurut Watkins (1992), “Kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur kelompok

Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni:

Pendekatan Sifat (traits approach)

Menurut pendekatan sifat, pemimpin yang baik memiliki “karakteristik bawaan” dari lahir, baik menyangkut ciri fisik maupun kepribadian. Stogdill (dalam Smyth, 1989; Watkins, 1992; dan Dunford, 1995) menyebutkan karakteristik fisik dan kepribadian pemimpin mencakup antara lain: usia, penampilan, kelancaran berbicara, kecerdasan, enerjik, dominan, percaya diri, ekstrovert, memiliki dorongan berprestasi, terkait dengan kepemimpinan yang efektif.

Sementara itu menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) dan Hoy dan Miskel (2008) dapat dirangkum sifat-sifat yang seharusnya ada dalam kepemimpinan yang efektif adalah sebagai berikut:

Sifat-Sifat dan Keterampilan dari Kepemimpinan yang Efektif

 

Kepribadian

Motivasi

Keterampilan

·      Tingkat semangat

·       Orientasi kekuasaan terisolasi

·      Hubungan antar individu

·      Percaya diri

·       Kebutuhan berprestasi kuat

·      Kognitif

·      Tahan stres

·       Kurang memerlukan afiliasi

·      Teknis

·      Kedewasaan emosi

·       Kebanggaan diri

·      konseptual

·      Integritas

 

 

·      Ekstroversi

 

 

 

Namun, meskipun sudah dilakukan ratusan upaya penelitian, tidak ada satupun yang berhasil menemukan sifat-sifat yang dapat menjamin keberhasilan kepemimpinan

Pendekatan Gaya (Style approach)

Teori ini berusaha mengkaji perilaku pemimpin dalam mempengaruhi dan/atau menggerakkann para pengikutnya. Pada tahun 30-an, Lewin, Lippit, dan White (Dunford, 1995) mencoba melakukan studi terkait keketatan pengendalian, kemudian melahirkan terminologi gaya kepemimpinan autocratic, democratic, dan laissez-faire.

·           Kepemimpinan otokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi anggota dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang bersifat otoriter tidak bersedia mendelegasikan wewenang dan tidak meyukai partisipasi anggota.

·           Kepemimpinan demokratis merujuk kepada tingkat pengendalian yang longgar, pemimpin akan aktif membuka ruang diskusi dalam pengambilan keputusan, komunikasi berlangsung dua arah, dan prakarsa dapat berasal dari pimpinan maupun dari anggota.

·           Kepemimpinan laissez-faire, menyerahkan angota mengambil keputusan sendiri, pemimpin diibaratkan aksesoris yang berperan pasif, tidak ada pengendalian/pengawasan, sehingga keberhasilan organisasi ditentukan oleh individu.

Pendekatan Kontingensi (contingency approach)

Sweeney dan McFarlin (2002) mengungkapkan bahwa “Pada lingkungan apapun, memperhitungkan konteks mencakup bagaimana karakteristik situasi, pemimpin, dan pengikutnya, semuanya berkombinasi mempertajam strategi perilaku pemimpin”. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang efektif merupakan hasi penerapan strategi dengan memperhatikan dan mengkobinasikan karakteristik pemimpin, anggota, dan situasi.

Dengan menggunakan pendekatan kontingensi sebagai acuan, Hersey dan Blancard (Yukl, 1989) mengembangkan teori kepemimpinan yang awalnya disebut “life cycle theory of leadership” dan kemudian dinamakan “situational leadership theory”. Argumen dasar dari teori ini adalah kombinasi yang tepat antara perilaku berorientasi tugas dan perilaku berorientasi hubungan dan tingkat kematangan bawahan.

Berdasarkan kombinasi tersebut dapat diterapkan beberapa gaya kepemimpinan yaitu:

·           Gaya Telling (bercerita) berlaku dalam situasi orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan rendah, dan pegawai sangat tidak dewasa, sehingga pemimpin harus memberikan pengarahan dan petunjuk untuk mengerjakan berbagai tugas.

·           Gaya Selling (menjual) berlaku pada orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan juga tinggi, sementara tingkat kedewasaan pegawai cukup. Dalam situasi tersebut, pemimpin memberikan pengarahan secara seimbang dengan memberikan dukungan, meminta dan menghargai masukan dari pegawai.

·           Gaya Participating (Partisipatif), dengan situasi orientasi tugas rendah dan orientasi hubungan tinggi, serta tingkat kedewasaan pegawai tinggi. Untuk itu pimpinan lebih kolaboratif, ada kedekatan emosional sehingga mengedepankan konsultasi, pembimbingan, dan dukungan; serta sangat sedikit pengarahan tugas.

·           Gaya Delegating (Delegasi), cocok untuk situasi orientasi tugas rendah dan orientasi hubungan juga rendah, serta pegawai sangat dewasa. Dalam situasi ini pemimpin memberikan tanggungjawab penuh kepada pegawai untuk menyelesaikan tugas. Pemimpin cukup mengetahui laporan, dan memberikan dukungan, tanpa memberikan pengarahan.

 

Itulah beberapa teori terkait gaya kepemimpinan. Namun, dalam praktiknya seorang pemimpin berhak menentukan “gayanya” sendiri. Karena manusia itu unik, maka masing-masing dari mereka pasti memiliki ciri khas yang menunjukkan perbedaan satu dengan yang lain. Pemimpin yang satu tidak mungkin sama dengan pemimpin yang lain, begitu pula suatu anggota dalam sebuah organisasi pasti berbeda dengan yang lainnya. Tujuan organisasi hanya akan bisa dicapai apabila pemimpin dan anggotanya bersinergi untuk mewujudkan tujuan tersebut, dengan menggali potensi dari perbedaan yang dimiliki setiap individu.

 

Komentar

Posting Komentar