Perlindungan Hak Cipta Menurut Hukum Kekayaan Intelektual

 


Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memegang peran penting dalam aspek kehidupan. Hal ini dikarenakan HKI berkaitan erat dengan teknologi, ekonomi, maupun seni budaya. Begitu pentingnya HKI dalam kehidupan, maka sangat layaklah HKI tersebut dilindungi. Salah satu bentuk HKI yang harus dilindungi adalah hak cipta, khususnya karya musik dari tindakan pembajakan. Hal ini menjadi penting, karena karya cipta musik dihasilkan melalui pengorbanan pikiran, tenaga, waktu bahkan biaya.

Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014 yang diundangkan tanggal 16 September 2014, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan hak cipta adalah suatu hak khusus yang dimiliki oleh pencipta atas sesuatu karya di bidang ilmu, seni dan sastra yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang melanggar hak tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

Dalam praktek hak tersebut sering dilanggar oleh banyak pihak. Munculnya pembajakan merupakan bukti nyata bahwa karya cipta seseorang sering dikuasai dan diambil oleh orang lain dengan jalan melawan hukum. Dengan banyaknya hasil karya cipta yang dibajak, dapat dipastikan akan merugikan pencipta, industri (pengusaha) maupun negara. Jika pembajakan tidak terjadi, pencipta akan mendapatkan royalti atas hasil karya ciptanya. Ketika terjadi pembajakan, royalti yang menjadi hak-hak pencipta tidak di dapatkan oleh pencipta. Artinya, hak ekonomi pencipta dirampas melalui pembajakan tersebut.

Perlindungan hak cipta kemudian menjadi sesuatu yang sangat penting, baik nasional maupun secara internasional. Sisi perlindungan yang sungguh-sungguh atas HKI merupakan sesuatu yang vital bagi akses pertumbuhan industri teknologi informasi. Perlindungan HKI secara internasional mewajibkan negara-negara untuk bisa memberikan sanksi hukum yang tegas kepada pelaku kejahatan hak cipta di dalam sistem hukumnya. Bagi negara Indonesia hal ini kemudian dituangkan dalam Pasal 72 (1) UndangUndang Hak Cipta (UUHC) Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sementara dalam UUHC yang baru yaitu UUHC Nomor 28 tahun 2014 ketentuan pidananya diatur dalam pasal 113 ayat 4.

Lebih terinci Pasal 72 (1) UUHC Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menyebutkan; “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sementara ayat (2)-nya mengatakan; “Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan (Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 BAB XIII).

Berbagai upaya dan strategi pemberantasan pembajakan hak cipta sudah banyak dilakukan, diantaranya dengan melakukan berbagai revisi atas Undang-Undang Hak Cipta yang ada. Mulai dari Undang-Undang Tahun 1982 hingga Undang-Undang Tahun 2002. Bahkan deliknya pun sudah berganti-ganti, mulai dari delik aduan menjadi delik biasa, dan sekarang dengan undang-undang yang baru kembali menjadi delik aduan. Semua hal tersebut dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak cipta di Indonesia

Komentar